Sunday, August 29, 2010

Short Story

A short story made by me :D (sorry in Indonesian)


Dekat Dan Mematikan

            Malam itu terasa sunyi, musik “Yesterday” yang dilantunkan The Beatles masih mengalun pelan menjelajahi ruangan kamar. Van Pelt masih saja membaca secarik kertas yang baru tadi siang dia terima dari temannya. Jarinya yang kurus melintasi kata per kata, lalu 5 menit kemudian dia kembali lagi dari atas, menelusuri setiap kata dengan jarinya. Hujan deras masih saja mengguyur di luar rumahnya. Tertera jelas di atas secarik kertas yang dipegang Van Pelt, tulisan merah dan besar, “Ekspedisi Besar, Anda Dinyatakan Ikut. Pelabuhan Besar – 06.30 Pagi”.
            Pagi itu adalah pagi yang sangat cerah, mentari sudah menampakkan separuh tubuhnya. Van Pelt sudah menyiapkan semuanya, peralatan berburunya dan kini tengah mencari dimana kapal yang akan dia naiki untuk melakukan Ekspedisi Besar tersebut. “Anda Linus Van Pelt?” tanya seseorang berbadan kekar. Van Pelt hanya mengangguk kebingungan melihat orang yang bertubuh tambun-tinggi-kekar tersebut. “Lewat sini, kami pastikan semua barang bawaan anda terjaga dengan baik, naiklah,” kata orang tersebut seraya mengangkat koper yang penuh peralatan tersebut. “Aye! Aku Alan, nahkoda kapal ini. Perjalanan ini adalah perjalanan yang paling hebat setelah perjalanan Si Janggut Merah dan selamat datang di Spectrum Separator!” sambut Alan McDave yang perpenampilan bukan seperti nahkoda, tetapi layaknya eksekutif muda bertampang mesum. “Kita mulai saja perkenalan dirinya! Dan Perjalanannya!” seru seorang bermuka runcing dengan kacamata dan helm ala retro “Namaku Veredic Ivanov dan biasa dipanggil Hound,” dia menambahkan. “Bellatrix Hromenn, seperti nama bintang, saya adalah ahli kapal dan navigasi, juga ilmuwan,” kata seorang perempuan tinggi dan langsing yang separuh mukanya tertutupi jubah. “Erhm, biasanya orang memanggilku Fallarion, tetapi kalian boleh memanggilku Fall,” kata seorang bertampang garang dan bertangan kanan mengkilap. “Dan kau?” Hound bertanya kepada Van Pelt. “Van Pelt, pengalaman berburu selama 45 tahun,” jawab Pelt singkat. “Baiklah, kita tutup saja rapat ini, silahkan menjelajahi kapal ini. Fred, aku butuh wine lagi!” seru Alan kepada orang besar yang membawakan barang Van Pelt tadi.
            Kapal besar dan megah itu mulai mengarungi samudera, memotong ombak. 15 hari berlalu dengan cepat, persiapan matang pun dilakukan. “Pendaratan kita sudah dekat, semuanya harap bersiap. Saya akan tinggal di kapal, kalian berempat yang akan pergi. Van, kau yang memimpin.” tukas Alan. Kapal segera saja bersandar di tepi karang, empat awak tersebut segera menginjakkan kaki di darat, dan mencari tempat untuk mendirikan kemah. “Wilayah apa ini? Sepi sekali?” tanya Hound sembari menyerumput kopinya. “Mungkin bokongmu itu punya jawabannya,” tawa Fall. “Kau sialan! Ini serius!” seru Hound dengan setengah tertawa. “Koordinat ini salah, bagaimana bisa? Wilayah kita ini sepertinya tidak berpenghuni,” kata Bellatrix. Sementara Van Pelt masih saja melihat ke arah langit, memastikan tidak ada yang aneh malam ini. “Tidur dan menjaga kebuasan. Aku masih tidak mengantuk. Akulah yang akan berjaga,” kata Pelt.
            “Pagi yang menyedihkan! Semua bangun dan lihatlah!” teriak Pelt. “Oh sial! Siapa yang mengacak-acak peralatan kita?” erang Bellatrix. “Kau tidak berjaga semalam? Mahkluk macam apa yang bisa berbuat seperti ini?” tanya Fall kaget. “Tiba-tiba saja aku tertidur, dan aku menemukan beberapa tanda binatang buas di sekitar sini,” jawab Pelt. Dalam suasana yang ribut pagi itu, maka mereka memutuskan untuk masuk kedalam hutan untuk mencari tahu siapa atau apa yang menyebabkan pagi itu menjadi lebih buruk daripada permainan biola yang acakadut.
            “Tidak ada tanda-tanda tentang keberadaan hewan tersebut di hutan ini, sudah 5 hari kita keluar masuk hutan ini,” tukas Hound. Tetapi ketika Fall sedang melangkah melewati semak-semak, dia menginjak sesuatu. “Oh sial. Kotoran macam apa in….” kata Fall terbata-bata. Sebelum bisa menyelesaikan kata terakhirnya, Fall sudah berlari keluar dari semak-semak, diikuti oleh raungan yang membuat nyeri telinga. Suara tembakan terdengar beberapa kali. “Mahkluk neraka!” Hound menurunkan shotgunnya. Mahkluk besar bertaring dan bertubuh layaknya harimau tergeletak berlumuran darah di tanah hutan yang basah. “Spesies baru, dan sangat menjijikkan,” kata Bellatrix. “Kita membeci mahkluk itu seperti kita membenci brokoli!” teriak Fall yang masi pucat pasi. “Tenanglah… tubuhmu besar tapi nyalimu ternyata kecil juga. Ini yang menyerang peralatan kita semalam,” tukas Pelt. Fall masih saja tidak tenang, dan terus menyumpahi mahkluk sialan tersebut.
            Perjalanan pun dilanjutkan, beberapa spesies baru telah ditemukan dan akhirnya mereka sampai pada sebuah padang savanah yang luas. “Lama aku bergelut di bidang keilmuan, tetapi aku belum pernah menemukan yang seperti ini,” Bellatrix mengomentari seekor kumbang yang baru saja dia ambil dari atas kepala Hound. Tiba-tiba saja tanah bergetar, burung-burung terbang ke angkasa. “Fall, siapkan peluru, kurasa ini tidak akan menjadi bagian yang menyenangkan,” perintah Pelt. Sesosok mahkluk menyerupai kadal, dengan panjang 5 kali panjang bus tingkat mendesis dengan penuh kegarangan ke arah mereka, seakan hendak menjadikan mereka sebagai hidangan pembuka dalam sebuah pesta makan. “Tuhan memberkati, kali ini memang harus lari…” seru Hound. Usaha keluar dari area pulau itu seakan sia-sia saja, kadal itu hampir mengejar mereka, letupan dan suara tembakan terus terdengar sepanjang hutan, dengan meloncati pohon-pohon yang dahannya saling berdekatan, Van Pelt dan timnya berhasil menghindari kejaran mahkluk yang gila makan itu. “Bibir pantai sudah terlihat!” teriak Bellatrix sembari berlari-lari kecil. Mereka sampai di bibir pantai yang tenang, tetapi seakan bisa masuk tetapi tak bisa keluar, mereka terjebak di tengah sekumpulan batu karang. Sialnya lagi, seekor kelelawar raksasa bergigi menyerupai laba-laba keluar dari dalam gua di salah satu karang. “Kita benar-benar diambang kematian, aku mau bertobat saja,” kata Hound yang sudah kehabisan tenaga.
            Blarr…. Suara tembakan terdengar, hampir mengenai kelelawar raksasa tersebut, tetapi luput. “Itu adalah peluru terakhir kita,” tukas Pelt. “Habislah riwayat kita. Aku belum menikah dan punya anak...” isak Fall. Tetapi Hound segera terjun kedalam laut dibawah karang itu, mengambil peluru terakhir Pelt, dan melemparkannya ke arah Pelt. Segerah Pelt menangkap peluru tersebut dan dihempaskannya peluru tersebut melalui senapannya. Tepat sebelum mereka berempat dikuliti oleh mahkluk tersebut, Pelt berhasil menyasarkan sebuah timah panas tepat di kepala si kelelawar, dan kelelawar itu mati seketika. Semua selamat, Hound cedera parah, kaki Fall patah akibat cengkeraman kaki kelelawar itu. Spectrum Separator membawa mereka pulang, dan hingga saat ini, pulau tersebut dinyatakan hilang.

Related Posts by Categories



No comments:

Post a Comment